Singa dari Aradan; Pemimpin Tidak Berdasi
Lahir di desa pertanian Aradan, dekat Garmsar, sekitar 100 km dari Teheran, sebagai putra seorang pandai besi, keluarganya pindah ke Teheran saat dia berusia satu tahun. Dia lulus dari Universitas Sains dan Teknologi Iran (IUST) dengan gelar doktor dalam bidang teknik dan perencanaan lalu lintas dan transportasi.
Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.
Ahmadinejad lalu terpilih sebagai walikota Teheran pada Mei 2003. Dalam masa tugasnya, dia mengembalikan banyak perubahan yang dilakukan walikota-walikota sebelumnya yang lebih moderat dan reformis, dan mementingkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan-kegiatan di pusat-pusat kebudayaan. Selain itu, dia juga menjadi semacam manajer dalam harian Hamshahri dan memecat sang editor, Mohammad Atrianfar, pada 13 Juni 2005, beberapa hari sebelum pemilu presiden, karena tidak mendukungnya dalam pemilu tersebut.
Ahmadinejad diketahui pernah bertengkar dengan Presiden Mohammad Khatami, yang lalu melarangnya menghadiri pertemuan Dewan Menteri, suatu hak yang biasa diberikan kepada para walikota Teheran. Dia telah mengkritik Khatami di depan umum, menuduhnya tidak mengetahui masalah-masalah sehari-hari warga Iran.
Setelah dua tahun sebagai walikota Teheran, Ahmadinejad lalu terpilih sebagai presiden baru Iran. Tak lama setelah terpilih, pada 29 Juni 2005, sempat muncul tuduhan bahwa ia terlibat dalam krisis sandera Iran pada tahun 1979. Iran Focus mengklaim bahwa sebuah foto yang dikeluarkannya menunjukkan Ahmadinejad sedang berjalan menuntun para sandera dalam peristiwa tersebut, namun tuduhan ini tidak pernah dapat dibuktikan.
Pada tahun 1980, dia adalah ketua perwakilan IUST untuk perkumpulan mahasiswa, dan terlibat dalam pendirian Kantor untuk Pereratan Persatuan (daftar-e tahkim-e vahdat), organisasi mahasiswa yang berada di balik perebutan Kedubes Amerika Serikat yang mengakibatkan terjadinya krisis sandera Iran.
Pada masa Perang Iran-Irak, Ahmedinejad bergabung dengan Korps Pengawal Revolusi Islam pada tahun 1986. Dia terlibat dalam misi-misi di Kirkuk, Irak. Dia kemudian menjadi insinyur kepala pasukan keenam Korps dan kepala staf Korps di sebelah barat Iran. Setelah perang, dia bertugas sebagai wakil gubernur dan gubernur Maku dan Khoy, Penasehat Menteri Kebudayaan dan Ajaran Islam, dan gubernur provinsi Ardabil dari 1993 hingga Oktober 1997.
Ahmadinejad lalu terpilih sebagai walikota Teheran pada Mei 2003. Dalam masa tugasnya, dia mengembalikan banyak perubahan yang dilakukan walikota-walikota sebelumnya yang lebih moderat dan reformis, dan mementingkan nilai-nilai keagamaan dalam kegiatan-kegiatan di pusat-pusat kebudayaan. Selain itu, dia juga menjadi semacam manajer dalam harian Hamshahri dan memecat sang editor, Mohammad Atrianfar, pada 13 Juni 2005, beberapa hari sebelum pemilu presiden, karena tidak mendukungnya dalam pemilu tersebut.
Ahmadinejad diketahui pernah bertengkar dengan Presiden Mohammad Khatami, yang lalu melarangnya menghadiri pertemuan Dewan Menteri, suatu hak yang biasa diberikan kepada para walikota Teheran. Dia telah mengkritik Khatami di depan umum, menuduhnya tidak mengetahui masalah-masalah sehari-hari warga Iran.
Setelah dua tahun sebagai walikota Teheran, Ahmadinejad lalu terpilih sebagai presiden baru Iran. Tak lama setelah terpilih, pada 29 Juni 2005, sempat muncul tuduhan bahwa ia terlibat dalam krisis sandera Iran pada tahun 1979. Iran Focus mengklaim bahwa sebuah foto yang dikeluarkannya menunjukkan Ahmadinejad sedang berjalan menuntun para sandera dalam peristiwa tersebut, namun tuduhan ini tidak pernah dapat dibuktikan.
Apa yang terbersit di pikiran kita ketika mengingat tentang Iran. Nuklir-kah? Atau Syiah-nya? Memang, kedua-duanya merupakan ciri khas dari negeri yang berbatasan langsung dengan Irak dan Afghanistan. Dua negeri yang disebut terakhir, beberapa tahun belakangan dihancurkan ‘peradaban’nya oleh Amerika Serikat—Bapak Imperialisme Dunia. Tapi tidak bagi Iran.
Dalam sebuah millis yang beredar di Indonesia, orang-orang banyak mengatakan: “sungguh sangat bodohnya Amerika Serikat, jika sampai berani mengusik kedigdayaan Iran alias melakukan serangan militer terhadap Iran.” Kedigdayaan Iran saat ini, tak bisa dipisahkan dari profil Mahmoud Ahmadinejad—Presiden Iran yang penampilannya sangat sederhana tetapi mempunyai kharismatik yang memukau penduduk dunia. Presiden, yang tidak pernah sekalipun memakai dasi semenjak dilantik pada tanggal 3 Agustus 2005. Berbeda dengan pemimpin-pemimpin lain di dunia yang selalu tampil necis memakai jas dan dasi. Ahmadinejad, sangat cinta negerinya—Iran. Hal ini dibuktikannya dengan penampilannya itu yang selalu memakai pakaian hasil produk dalam negeri. Maka, pantaslah jika ia dijuluki “Singa” sebagai simbol perlawanan dunia (terutama dunia Islam) terhadap ketidakadilan global yang didalangi oleh Amerika Serikat dan sekutunya. Tidak seperti pemimpin di negara Arab pada umumnya, Ahmadinejad memilih untuk berkonfrontasi dengan Amerika Serikat dan para sekutunya.
Memang, sampai saat ini pemimpin negara-negara Arab sepertinya menganggap bahwa Amerika Serikat dan sekutunya tidak patut untuk dilawan. Sebuah pemikiran kerdil yang ternyata malah membawa negara Arab di-cap sebagai negara bagian milik Amerika Serikat. Loyalitas Ahmadinejad terhadap Iran bisa dilihat dari pernyataan tegasnya tentang nuklir sebagai berikut:
Jika nuklir ini dinilai jelek dan kami tidak boleh menguasai dan memilikinya, mengapa kalian sebagai adikuasa memilikinya? Sebaliknya, jika teknonuklir ini baik bagi kalian, mengapa kami tidak boleh juga memakainya?
Begitulah sosok Ahmadinejad yang revolusioner. Bahkan, ia menyatakan siap sedia menjamu Amerika Serikat dan sekutunya jika berani mengumandangkan perang terhadap Iran. “Sejengkal pun Iran tidak akan mundur.” Buku ini berisi tentang biografi Mahmoud Ahmadinejad, yang menceritakan tentang perjalanan hidupnya semenjak lahir di Aradan hingga ia bisa sampai ke tampuk orang nomor wahid di Iran. Diceritakan juga bagaimana sepak terjang keterlibatannya dalam penyanderaan dan penyegelan Kedubes Amerika Serikat di Iran pada medio 1979 ketika Revolusi Islam Iran sedang meletus yang menggulingkan kediktatoran Shah Reza Pahlevi.
Buku ini juga diisi dengan ulasan pidato-pidato Ahmadinejad yang bisa membakar semangat perlawanan terhadap hegemoni Barat. Salah satunya adalah, pidato kontroversialnya di hadapan para mahasiswa Iran tertanggal 26 Oktober 2005 yang menyerukan agar Israel dihapus dari peta dunia. Pidato itu sempat menimbulkan kegoncangan di dunia. Termasuk Israel sendiri yang mengecam dan meminta kepada PBB agar Iran dikeluarkan dari keanggotaan Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pernyataan kontroversial diulangnya lagi pada tanggal 14 Desember 2005. kali ini, Ahmadinejad menekankan bahwa peristiwa Holocaust (pembantaian Nazi-Hitler terhadap orang-orang Yahudi) adalah sebuah mitos belaka yang digunakan sebagai dalih untuk membentuk negara Yahudi di jantung umat Islam (Palestina). Akibatnya, Ahmadinejad dicekal agar tidak bisa bepergian ke Jerman dalam rangka menyaksikan Timnas sepakbola Iran berlaga dalam Piala Dunia 2006. Akhirnya, buku yang patut dimiliki bagi para pengagum sosok Ahmadinejad dimana pun, tak terkecuali di Indonesia. Selain ulasan-ulasan yang ringan tentang Ahmadinejad, buku ini juga membonuskan sebuah komik eksklusif tentang Ahmadinejad. Maka, selamat membaca.
GAGASAN dan pandangan-pandangan Ahmadinejad bukan hanya menimbulkan kontroversi di lingkup internasional. Di dalam negeri pun, sejumlah kebijakannya juga menjadi perdebatan hangat dan membuat ''gerah'' banyak pihak.
Salah satunya adalah keputusan Ahmadinejad membolehkan kaum perempuan untuk menyaksikan langsung pertandingan olahraga. Dia juga mengizinkan wanita lebih berperan aktif dalam kegiatan olahraga.
Kebijakan ini semula dinilai bertentangan dengan semangat Revolusi Islam 1979. Sejak revolusi yang dikobarkan oleh Imam Khomeini itu, kaum wanita Iran dilarang menonton langsung pertandingan olahraga.
Dua presiden sebelumnya, yakni Hashemi Rafsanjani dan Muhammad Khatami, tidak berani mengubah aturan itu meskipun keduanya dikenal berpandangan lebih moderat dan lebih liberal daripada Ahmadinejad.
Dua kali ''insiden Azedi'' pada masa kepresidenan Muhammad Khatami juga tak mendorong pemerintah untuk mengamandemen peraturan tersebut. Insiden Azedi pertama mencerminkan hasrat kuat seorang remaja putri Iran untuk menonton pertandingan sepak bola di Stadion Azedi, Teheran.
Gadis itu kemudian nekat memangkas pendek rambutnya dan berpakaian lelaki untuk dapat menyaksikan pertandingan tersebut. Insiden kedua terjadi saat pertandingan sepak bola antara tim Iran dan Kosta Rika.
Sekelompok wanita berunjuk rasa dan berusaha masuk ke dalam stadion. Setelah terjadi bentrok dengan aparat keamanan, mereka akhirnya dibolehkan menonton babak kedua pertandingan itu.
Menentang Diskriminasi
Mengapa Ahmadinejad berani menerabas tatanan yang telah bertahan selama hampir 30 tahun itu? Semasa menjadi wali kota Teheran pada akhir 1990-an, Ahmadinejad telah memperlihatkan ketidaksetujuannya pada aturan yang mendiskriminasikan kaum perempuan. Saat itu, dia membantu pendanaan Kompetisi Olahraga Internasional untuk Wanita Negara-negara Asia Islam.
''Mereka berusaha mengucilkan muslimah dari pelaksanaan hak-haknya. Turnamen olahraga ini membuktikan kepada dunia internasional bahwa kaum muslimah juga dapat melakukan aktivitas olahraga dengan tetap menjaga prinsip-prinsip dasar ajaran Islam,'' ujarnya.
Adel El-Gogary dalam bukunya tidak menjelaskan, apakah keputusan Ahmadinejad itu juga dilatarbelakangi oleh kegemarannya pada olahraga, terutama sepak bola. Kendati hobi sepak bola, Ahmadinejad tampaknya tidak menyukai sikap glamour para pesepak bola dunia. Mungkin itulah sebabnya, dia melarang pemasangan billboard iklan David Beckham di Teheran.
Kebijakan lain yang kontroversial adalah menghilangkan ketergantungan produk bensin impor. Ahmadinejad membuat keputusan itu saat harga minyak dunia terus merangkak naik sampai menembus angka 75 dolar AS per barel pada 2006. Meskipun sebagai negara penghasil minyak terbesar keempat di dunia, Iran mengimpor lebih dari separo kebutuhan bahan bakar minyak penduduknya. Sebab, jumlah kilang minyak dan penyulingan hanya dapat memenuhi 40 persen kebutuhan di dalam negeri.
''Kita hanya boleh mengimpor produk bensin hanya untuk enam bulan pertama, dan itu berarti pada semester selanjutnya kita harus sepenuhnya bergantung pada pasokan dari dalam negeri,'' demikian pernyataan Ahmadinejad.
Kebijakan ini mengakibatkan kelangkaan bensin di Iran. Pemerintah memberlakukan penjatahan bahan bakar minyak dan bensin untuk tiap keluarga. Keputusan tersebut membuat marah warga. Gelombang protes pun merebak, bahkan sampai terjadi insiden pom bensin diledakkan.
Sumber : detik.com
2 komentar on "Mahmoud Ahmadinejad"
ini baru namanya pemimpin..top..
kapan indonesia punya pemimpin seperti ini????? Please help for Indonesian Revolution!!!
Posting Komentar